JANGAN MENJADI - ular berkepala dua -



Ada sebuah kisah tentang seekor ular berkepala dua yang sedang bertengkar memperebutkan makanan, ular yang memiliki satu badan, tapi berkepala dua. Alangkah tidak etisnya jika mereka (sebut saja "mereka", mengignat mereka memiliki satu tubuh/badan, tapi memiliki dua kepala) rebutan makanan hanya untuk mengisi satu perut yang sama. Kenapa demikian? bayangkan saja, jika perut mereka satu, maka tidak layak untuk bertengkar karena kepala manapun yang menelan makanan akan tetap menguntungkan bagi kedua kepala tersebut. 



Tak ubahnya dalam hidup kita. Sering kali kita
bertengkar untuk tujuan yang sudah jelas satu. Sering kali kita bertengkar untuk mengindahkan tujuan kita bersama. Entah itu dalam keluarga, bermasyarakat, organisasi, pekerjaan, profesi apapun dan dimanapun. Hal yang paling sederhana, semisal dalam organisasi. Sering terjadi dualisme kepemimpinan padahal visi dan misi yang diemban adalah sama, padahal tujuannya adalah sama. Berdebat dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar yang dimulai dari ketersinggungan semata. 

Jika saja mereka mau mengalah dan memberikan kesempatan kepada yang lainnya untuk memberikan kontribusi positifnya kepada organisasi tersebut, dijamin tidak akan pernah ada selisih paham yang tidak ada ujung pangkalnya itu. Jika saja kedua kepala itu mau bekerja sama, mau saling mengisi kekurangan, mau tersenyum terhadap setiap kontribusi positif mereka, alangkah indahnya organisasi itu. Jika ULAR tersebut mau membagi tugasnya, semisal ular pertama yang menelan makanan, dan ular kedua yang menegak air, maka perutnya akan kenyang tanpa berusaha menahan rasa sakit dari "Saling Gigit" akibat pertengkaran itu. Sungguh indah jika mereka mau mengerti dan berusaha paham akan posisi mereka. 

Mari sama-sama belajar untuk saling memahami. Saya, Anda, Kita, Kami, dan Mereka berusaha belajar bersama mengindahkan perut ini. Berusaha mengingat bahwa TUJUAN kita adalah Perut Kenyang, bukan sensasi mengunyah untuk memamerkan taring mana yang paling hebat. Mengingat dan sadar bahwa perut kita ini sedang Lapar, bukan mulut ini yang hanya ingin Mengecap. 

Jika saja saya mampu menghirup udara dari air kolam yang keruh, mungkin saja saya menyelam kedasarnya, mengambil satu persatu ikan yang tak tau apakah tenggelam dengan senang hati ataukah tertidur tanpa terpejam, kemudian memindahkannya ke sungai dengan riak datar agar mereka bisa berenang dengan tenang diantara batu indah penuh lumut. 

malam. 

4 komentar:

Bantu [ww]-Share dengan Komentar Anda
[walaupun hanya say "hay"]

[ww]-share [ww]-Share [ww]-Share
[ww] Share